Bagi sebagian orang, datang dan pergi ke Negara Timor Leste, barangkali sesuatu yang biasa. Tapi tidak bagi saya yang belum pernah menjamah tanah yang dikenal penghasil beras dan jagung ini.
Bagi saya, perjalanan Bupati Belu, dr. Taolin Agustinus dan Ketua TP PKK Kabupaten Belu, Dra. Freny Sumantri Taolin bersama rombongan ke Sub Distrik Maliana, Distrik Bobonaro adalah perjalanan bersejarah karena mengenang kembali berbagai peristiwa bersejarah sebelum wilayah ini berpisah dari negara kesatuan Republik Indonesia hingga berdiri sendiri menjadi sebuah negara berdaulat.
Oleh karena itu, ketika kami memutuskan untuk melakukan perjalanan, maka cukup bagi kami memulai perjalanan dari Atambua, kemudian transit di PLBN Motaain dan menuju Sub Distrik Maliana.
*
Pemerintah Kabupaten Belu hadir dalam undangan di Timor Leste (Tiles) dalam rangka mendukung Festival Fronteira 2023 dengan tema “Interkambiu Kultural Ba Hametin Rekonsiliasaun” yang artinya pertemuan budaya memperkuat rekonsiliasi.
Pertemuan budaya yang sangat meriah ini adalah untuk mendukung tali persaudaraan sebagai negara perbatasan, sekaligus untuk menyambut hari Proklamasi negara Timor Leste yang akan berlangsung pada tanggal 28 November 2023.
Hadir dalam Festival Fronteira 2023 tak hanya Kabupaten Belu saja, tetapi ada Kabupaten lain di wilayah Timor Barat, seperti Kabupaten Malaka, TTU, TTS dan Kabupaten Kupang.
*
Berbicara Maliana tentu kita perlu mengetahui secara administratif dan geografis dari wilayah tersebut. Dilansir dari Wikepedia, Maliana adalah sebuah kota di Timor Leste, 149 kilometer barat daya Dili. Kota ini memiliki populasi 22.000 jiwa Maliana adalah ibu kota dari Distrik Bobonaro dan Subdistrik Maliana, dan terletak hanya beberapa kilometer dari perbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Belu dan juga merupakan kota tahta Keuskupan Katolik Roma Maliana, yang dibentuk oleh Paus Benediktus XVI dengan wilayah yang diambil dari Keuskupan Katolik Roma Dili.
Maliana merupakan sektor pertanian yang penting, terutama produksi beras. Mayoritas penduduk Maliana sangat bergantung pada pertanian untuk mata pencaharian mereka. Sebagian besar penduduknya adalah petani yang menanam padi dan jagung. Maliana memiliki tujuh desa yang terdiri dari Lahomea, Holsa, Ritabou, Odomau, Raifun, Tapo-Memo dan Saburai. Ada dua sumber utama irigasi air yang mensuplai air ke sawah seperti Sungai Bulobu, Sungai Nunura, Malibaka dan Sungai Bui Pira. Bunak dan Kemak adalah dialek asli Maliana tetapi kebanyakan orang mengerti dan berbicara bahasa Tetum.
Maliana memiliki salah satu sekolah pilihan selama pendudukan Portugis, yang dikenal sebagai Collegio Infante sagres. Collegio Infante sagres berada di bawah misi Katolik dan banyak orang terpelajar Timor Leste telah lulus dari sekolah menengah atas tersebut.
*
Pada hari Rabu 15 November 2023, bersama rombongan Bupati Belu dengan menggunakan kendaraan roda empat, kami bertolak dari Kantor Imigrasi Timor Leste menuju Balibo, sebuah kota kecil yang berada diwilayah administratif Sub Distrik Maliana.
Dan yang menarik, kami diterima secara kekeluargaan oleh Pemerintah Timor Leste dan Bupati Belu didaulat untuk melakukan pemotongan pita Peresmian Monumento Liberdade bersama Secretary Estado Art no Cultura, Presidente Autoridade Municipio Bobonaro, Mr. Ernesto De Oliveira Bareto dan Senior Directur Ezecutivu Centro Nacional Chega (CNC) dan Dubes Cuba untuk RDTL.
Kami sangat dihargai oleh tuan rumah, termasuk pengawalan di tempat penginapan kami masing-masing. Bagi warga Timor Leste, kehadiran para tamu harus dihormati dan mendapatkan kenyamanan dan rasa aman, sehingga para tamu yang hadir merasa betah di negara Timor Leste.
*
Sejujurnya, perjalanan menggunakan kendaraan roda empat sungguh menyenangkan bagi kami rombongan. Menempuh perjalanan selama kurang lebih 1,5 jam sudah pasti membosankan. Namun rasa bosan itu sirna oleh pemandangan yang memanjakan mata.
Ternyata di dalam perjalanan terasa sangat istimewa ketika disekililing perjalanan terlihat hamparan sawah nan luas dan hamparan padang rumput nan hijau sepanjang ruas jalan yang kami lewati. Pemandangan indah itu melengkapi perjalanan panjang kami, sehingga tanpa terasa, akhirnya kami sudah tiba di Postu Balibo. Matahari pun terus meninggi ketika menginjakkan kaki di wilayah yang sangat bersejarah bagi warga negara Timor Leste maupun bagi warga Negara Indonesia ini.
Andai saja ada waktu yang cukup, kami ingin berjalan-jalan di kota perbukitan Balibo yang memiliki sebuah benteng tua dengan pemandangan pedesaan sekitar. Tepat di seberang benteng, ada Balibo House untuk mempelajari sejarah kota tersebut.
Tidak hanya itu, kami juga ingin berendam di kolam yang dibangun sejak era penjajahan Portugis, yakni Marobo Hot Springs di Maliana. Kendati sudah dibangun sejak dahulu kala, pihak setempat sudah memperbaruinya sehingga kolam air panas yang dikelilingi perbukitan itu terlihat cantik dan menggoda.
*
Selama dua hari di Kota Maliana, tentu tidak kami sia-sia kan. Kami gunakan waktu berkunjung ke SMA Colegio Invante de Sagqes dan berkunjung ke penginapan kontingen asal Kabupaten Belu.
Pada saat yang sama Bupati Belu, dr. Taolin Agustinus berkenan memberikan wejangan diacara peresmian monumen Liberdade. Bupati Belu, Taolin Agustinus diacara peresmian tersebut menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah dan masyarakat Timor Leste yang sangat menyambut baik kehadiran Pemerintah Kabupaten Belu dalam rangka mengikuti kegiatan Festival Fronteira 2023.
Bupati Agus Taolin mengaku sangat menghormati dan berterima kasih atas penyambutan dan penerimaan yang tulus dari pemerintah dan masyarakat Balibo Kabupaten Bobonaro atas kehadiran Pemerintah Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur-Indonesia.
Bupati menambah, kegiatan Festival Fronteira 2023, “Interkambiu Cultura Hametin Reconsiliacao” mampu mempertemukan kita untuk bertemu satu sama lain, saling membuka diri dan hati untuk memperat persahabatan dan persaudaraan di antara kita yang berada di daerah perbatasan.
Dihadapan para pejabat negara Timor Leste, Bupati Belu berharap agar kegiatan yang sama tidak hanya dilaksanakan di Timor Leste, tetapi akan dilanjutkan di waktu – waktu yang akan datang di Kabupaten Belu, NTT-Indonesia. Mengingat Timor Leste dan Belu adalah saudara.
Bupati Belu juga mengajak masyarakat kedua negara agar menjadikan momentum Festival Fronteira 2023 dalam memperkuat rekonsiliasi untuk melupakan masa lalu dan memandang masa depan yang cerah bagi masyarakat yang berada diwilayah perbatasan RI-RDTL.
Acara peresmian Monumen Liberdade di Balibo turut dihadiri Pimpinan Perangkat Daerah Kabupaten Belu, Staf Khusus Bupati Belu, Kepala Bank NTT Cabang Atambua, Ketua TP PKK Kabupaten Belu, Administrator Postu Balibo, para Tokoh Adat dan masyarakat, Postu Balibo, Bobonaro Distrik RDTL.
*
Dari Balibo kami menuju Kota Maliana untuk mengikuti Acara Festival Fronteira. Satu hal yang menarik, ketika kami akan berangkat dari Pos Imigrasi di Batugede, kami dikawal ketat polisi Timor Leste. Maklum kami tamu negara dari Indonesia, begitu pula protokoler dinegara itu.
Suatu yang sangat istimewa, ketika jajaran Bupati Maliana mengundang dan menjamu Bupati Belu dan Ketua TP PKK Kabupaten Belu bersama rombongan di Kantor Bupati Maliana sekaligus mengajak untuk melihat dan menyaksikan kebesaran Maliana melalui berbagai ornamen dinding yang ada di ruangan Kantor Bupati Maliana.
Meskipun kami tidak sempat berkunjung ke beberapa rumah kerabat yang ada di Maliana dan sekitarnya, tapi pada puncak acara Festival Fronteira 2023, Bupati Belu bersama rombongan langsung bertemu dengan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta.
Dalam kegiatan yang dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan ini, terlihat betapa antusiasnya penyambutan terhadap rombongan dari Atambua, Kabupaten Belu. Pertemuan yang penuh suka cita ini bertujuan untuk terus menjaga persaudaraan dikawasan perbatasan antara kedua negara berdaulat ini.
*
Ada pemandangan yang tidak biasa, dimana Bupati Belu dan Presiden Timor Leste berbincang santai diacara Dialog Budaya Memoria Koletiva. Presiden Ramos Horta terlihat akrab dengan orang nomor satu di Kabupaten Belu ini.
Dalam sambutannya, Presiden Ramos Horta mengatakan rekonsiliasi sebagai satu-satunya instrumenuntuk melupakan semua persoalan yang pernah terjadi dimasa lalu.
“Lupakan hal-hal yang pernah terjadi pada tahun 1975 dan tahun 1999. Peristiwa seperti itu tidak boleh terjadi lagi dan mari kita jalin hubungan yang baik untuk kebaikan masyarakat dua negara,” pinta Presiden Ramos Horta.
Ramos Horta juga menyerukan perdamaian, mengingat Timor Leste dan Timor Barat, NTT-Indonesia itu tidak ada beda.
“Yang membedakan itu hanyalah garis batas,” katanya disambut aplaus tamu negara yang hadir
Waktu terus berjalan, tapi sejarah tetaplah sejarah yang tidak bisa diulang. Namun tetap harus dikenang dan jangan dilupakan. Selamat tinggal Maliana, kami akan selalu merindukan keramahanmu. (Tim Prokopimbelu).